JAKARTA (Suara Karya): DPR dan pemerintah bersepakat untuk segera menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Kesepakatan tersebut terjalin dalam rapat khusus RUU Tipikor antara DPR dan pemerintah yang diwakili Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum dan HAM) Andi Mattalatta, di gedung DPR, Rabu (15/10). Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Nursjahbani Katjasungkana mengemukakan hal itu kepada sejumlah wartawan usai rapat khusus RUU Tipikor, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu. "Semua pihak, termasuk fraksi-fraksi dan pemerintah, menyatakan dukungannya terhadap upaya penyelesaian RUU ini dengan cepat. Kami menginginkan RUU ini menjadi dasar untuk menjadikan korupsi tak lagi marak. Karena itu, isinya harus komprehensif agar menjadi pegangan bersama," ujarnya. Kesepakatan yang terjalin antara pemerintah dan DPR soal percepatan pembahasan RUU Tipikor tersebut juga didukung sejumlah LSM, seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI), Indonesian Corruption Watch (ICW), dan Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN). "Tetapi kami juga berharap adanya penegasan dari DPR agar konsisten mendorong penguatan Pengadilan Tipikor dengan merevisi pasal yang "bolong-bolong" pada RUU tersebut, khususnya menyangkut materi yang terdapat pada Pasal 27 tentang komposisi hakim," kata Ketua YLBHI Patra M Zen. Selama ini, kata Patra, banyak pihak menduga pemerintah berupaya melemahkan kekuatan yang dimiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui revisi draf RUU Tipikor yang dilakukan pemerintah, khususnya Pasal 27 ayat 2. Pasal 27 ayat 2 RUU itu menyebutkan, Dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi, dilakukan dengan majelis hakim berjumlah ganjil. Sekurang-kurangnya tiga orang hakim dan sebanyak-banyaknya lima orang hakim yang terdiri dari hakim karier dan hakim ad hoc. Saat ini, Pasal 27 ayat 2 sudah ditambahkan kalimat, Dalam hal majelis hakim, sebagaimana disebutkan dalam ayat 1, yaitu berjumlah lima orang, maka komposisi majelis hakim adalah 3 banding 2. "Memang, dalam ayat 2 hasil revisi itu tidak disebutkan berapa hakim karier dan berapa hakim ad hoc. Tapi kalau kita lihat redaksionalnya, ini merupakan celah hukum untuk melemahkan KPK. Celah hukum dimaksud, di mana dalam pasal 2 disebutkan, 3 hakim karier dan 2 hakim ad hoc. Jika kita lihat lagi pasal 1 manyangkut komposisi hakim, disebutkan 3 banding 2. Dikhawatirkan, itu akan mengarah pada 3 hakim karier dan 2 hakim ad hoc," ujarnya. Jika hal itu terjadi, Febri khawatir dengan komposisi yang berbeda dengan komposisi hakim Pengadilan Tipikor saat ini, yaitu 3 hakim ad hoc dan 2 hakim karier. Sementara Koordinator KRHN Firmansyah Arifin mengatakan, kesepakatan antara DPR dan pemerintah soal percepatan pembahasan RUU Tipikor merupakan hal yang harus dilakukan. (Sugandi) Sumber http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=211554 Foto www.google.co.id |